Aku mendengar Aisyah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal pada Zainab binti Jahsy, dan di sana beliau meminum madu. Maka aku dan Hafshah bersepakat supaya siapa saja di antara kami yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk padanya agar mengatakan, “Sesungguhnya aku mencium bau maghafir (getah pohon) darimu, engkau telah memakan maghafir.” Maka beliau masuk kepada salah satu dari keduanya, lalu ia mengatakan hal itu kepada beliau.
Beliau pun berkata, “Tidak mengapa, aku telah meminum madu di tempat Zainab binti Jahsy, dan aku tidak akan meminumnya lagi.”
Kemudian turunlah ayat yang ditujukan kepada Aisyah dan Hafshah, “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu” hingga, “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah,” ditujukan kepada Aisyah dan Hafshah.
(Sedangkan ayat): “Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya (Hafshah) suatu peristiwa”, karena perkataan beliau, “Akan tetapi aku telah meminum madu”.
Hadits itu diulangnya secara musnad dengan sedikit perubahan pada matannya (14/385). Kemudian Ibrahim bin Musa dari Hisyam berkata, “Dan aku tidak akan meminumnya lagi aku telah bersumpah karena itu jangan engkau beritahukan hal itu kepada seorang pun.”
Muslim meriwayatkannya (10/75), Abu Daud (3/386). Dan penyusun Aun al Ma’bud berkata: “Al Mundziri berkata: Dan Bukhari, Muslim, Tirmidzi, an-Nasa’i serta Ibnu Majah meriwayatkannya secara ringkas dan panjang. Selesai. Dan hadits ini dalam an-Nasa’i (6/123) dan (17/13), Ibnu Sa’id (8/76/1), Abu Nu’aim dalam al Hilyah (3/276).
Imam an-Nasa’i berkata (2/242 dalam Tafsir, Ibrahim bin Yunus bin Muhammad telah mengkhabarkan kepadaku, bapakku telah memberitakan kepada kami, Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami dari Tsabit dari Anas bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memliki seorang budak wanita yang digaulinya. Maka tidak henti-hentinya Aisyah dan Hafshah berusaha (agar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan budak tersebut atas dirinya). Sehingga Nabi mengharamkannya (atas dirinya). Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan, “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu.” Hingga akhir ayat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Hakim (2/493) ia berkata, “Ini adalah hadits shahih sesuai syarat Muslim namun keduanya tidak meriwayatkannya dan adz Dzahabi mendiamkannya.
Abu Abdurrahman berkata, “Padanya ada Muhammad bin Bukan al Hadhrami, ia bukanlah dari perawinya Muslim, dan dalam Tahdzib at Tahdzib telah diberi tanda kepada Bukhari. Namun al Maziy berkata, “Aku belum meneliti riwayatnya baik dalam Ash-Shahih maupun yang lainnya.” Selesai. Atas dasar ini hadits ini dikatakan shahih (saja), tapi tidak dikatakan “shahih sesuai syarat Muslim”.
Al-Hafzh berkata dalam Fath al bari setelah menisbatkan kepada kepada an-Nasa’i: “Bahwasanya sanadnya shahih (11/292)”.
Sedangkan dalam Majma az-Zawaid (7/126) dari Ibnu Abbas: “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu”. Ia berkata: “Ayat ini turun berkenaan budak perempuannya”. Diriwayatkan oleh Bazzar dengan dua sanad serta Thabrani. Perawinya Bazzar adalah perawi Ash-Shahih, kecuali Bisyr bin Adam, dan ia seorang yang tsiqah.
Ad Dhiyaa al-Maqdisi berkata dalam al Mukhtarah (11/99 dan 300), Abu Ahmad Abdul Baqi bin Abdul Jabbar bin Abdul Baqi al Hardhi al-Harawi telah mengkhabarkan kepada kami –qira’ahnya dan kami mendengarnya di Baghdad- dikatakan kepadanya, Abu Syuja’ telah mengkhabarkan kepada kalian, Umar bin Muhammad bin Abdullah al-Busthami- bacaan atasnya dan engkau mendengarnya-, Abul Qasim Ahmad bin Muhammad bin al-Hasan al-Khuza’i telah memberitakan kepada kami, Abu Sa’id, al-Hatsam bin Kulain asy-Syasyi tlah memberitakan kepada kami, Abu Qilabah Abdul Malik bin Muhammad ar Riqasyi telah menceritakan kepada kami, Muslim bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Jarir bin Hazim telah menceritakan kepada kami dari Ayyub dari Nafi dari Ibnu Umar dari Umar ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Hafshah, jangan engkau katakan kepada siapapun juga, bahwasanya Ummu Ibrahim haram bagiku.” Ia lalu berkata, “Apakah engkau mengharamkan apa yang Allah telah halalkan bagiu?” Beliau menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mendekatinya?” Ia berkata: “Maka beliau tidak mendekatinya, sehingga aku menyampaikannya kepada Aisyah.” Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu.” Abu Qilabah adalah seorang yang jujur, namun ia sering salah. Hafalannya berubah ketika ia tinggal di Baghdad. Selesai. (Taqrib).
Al Hafizh Ibnu Katsir berkata setelah menyebutkannya dengan sanadnya: ‘Ini sanadnya shahih, namun para pemilik kutubussittah tidak ada yang meriayatkannya seorang pun, dan al-Hafizh ad-Dhiya al-Maqdasi telah memilihnya dalam kitabnya al-Mustakhraj.
Al-Hafizh berkata dalam Fath al-Bari (10/283): “Ada kemungkinan kalau ayat ini turun pada dua sebab sekaligus”. Selesai. Yaitu disebabkan pengharaman beliau (meminum) madu dan pengharaman terhadap budak wanitanya. Sedangkan as Syaukani berkata dalam tafsirnya (5/252): “Keduanya adalah dua sebab turunnya ayat yang shahih bagi turunnya ayat ini. Dan dengan terjadinya kedua peristiwa tersebut menjama’nya adalah hal yang mungkin. Kisah madu dan kisah Mariah (budak wanita Nabi). Dan ayat Al-Qur’an turun berkenaan dengan kedua kisah tersebut secara bersamaan, dan pada setiap keduanya beliau merahasiakan pembicaraan kepada sebagian isteri-isterinya”.
AT-TAHRIM: AYAT 5
Allah Ta’ala berfirman, “Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadamu dengan isteri-isteri yang lebih baik dariapda kamu.” (QS. At-Tahrim: 5)
Muslim (10/82): Zuhair Harb telah menceritakan kepadaku, Umar bin Yunus al-Hanafi telah menceritakan kepada kami, Ikrimah bin Ammar telah menceritakan kepada kami dari Simak Abi Zumail, Abdullah bin Abbas telah menceritakan kepadaku, Umar bin Khaththab telah menceritakan kepadaku ia berkata, “Ketika Nabiullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi isteri-isteri ia (Umar) berkata, “Aku masuk masjid maka ternyata orang-orang sedang memukul-mukul tanah dengan kerikil dan mereka mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menceraikan isteri-isterinya.” Itu terjadi sebelum mereka diperintahkan hijab.
Umar berkata, “Aku berkata, Hari ini aku akan mengetahui hal itu”. Ia berkata, “Lalu aku pergi menemui Aisyah aku katakan, “Wahai anak Abu Bakar! Apakah telah sampai sikapmu yang telah menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Ada apa antaraku dan engkau wahai Ibnul Khaththab! Urusi saja puterimu (Hafshah)”. Ia berkata, “Lalu aku masuk menemui Hafshah binti Umar.” Aku katakan, “Wahai Hafshah! Apakah telah sampai sikapmu yang telah menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, demi Allah aku mengetahui bahwsanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mencintaimu. Dan sekiranya tidak ada aku beliau telah menceraikanmu. Maka Hafshah pun menangis sejadi-jadinya. Lalu aku katakan kepadanya, “Di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab, “Beliau berada di kamarnya.” Aku kemudian menemuinya dan ternyata di sana ada Rabah budaknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia sedang duduk di depan pintu kamar sambil menjulurkan kedua kakinya pada tangga kayu yang digunakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik turun.
Aku memanggilnya, Wahai Rabah! Mintakan aku izin untuk bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rabah melihat ke kamar dan kemudian memandangku tanpa berkata apa-apa. Aku pun berkata kepadanya, “Wahai Rabah mintakan aku izin untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rabah melihat ke kamar dan kemudian memandangku tanpa berkata sedikitpun. Aku pun kemudian mengeraskan suaraku, aku katakan, Wahai Rabah mintakan aku izin menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka aku mengira bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyangka bahwasanya aku datang demi Hafshah. Demi Allah jika sekiranya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku supaya aku memukul lehernya pasti aku akan memukul lehernya. Dan aku keraskan suaraku. Maka beliau memberi isyarat kepadaku untuk masuk. Maka aku pun masuk sedangkan beliau tengah berbaring di tikar. Lalu aku duduk. Beliau menurunkan kainnya dan pada tubuhnya tidak ada lagi kain lain. Aku melihat bekas tikar yang menggurat pada pinggangnya.
Pandanganku pun terus mengamati bilik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku melihat segenggam gandum kira-kira satu sha, di sudut kamar ada daun (untuk menyamak) terdapat pula kulit yang tergantung. Tak terasa kedua mataku berlinang, Beliau bertanya: “Wahai Ibnul Khaththab, apa yang membuatmu menangis?”
Aku menjawab, “Wahai Nabiyyallah, bagaimana aku tidak menangis sedangkan aku melihat bekas tikar yang menggurat pada pinggangmu, dan ini bilikmu, aku tidak melihat padanya selain apa yang aku lihat. Sementara di sana, Kaisar (Romawi) dan raja Kisra ada (di tengah limpahan) buah-buahan serta (keindahan) sungai-sungai. Dan engkau adalah Rasulullah dan orang pilihan-Nya, tetapi bilikmu hanya seperti ini. Maka beliau berkata, “Wahai Ibnul Khaththab, tidakkah engkau ridha kalau (kenikmatan) akhirat itu bagi kita sedangkan bagi mereka (kenikmatan) dunia.” Aku katakan, “Ya, tentu kami ridha.” Ia (Umar) berkata, ‘Saat aku masuk menemuinya, aku melihat gurat kemarahan pada wajahnya. Aku kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang memberatkanmu berkaitan dengan isteri-isterimu. Seandainya engkau menceraikan mereka, sesungguhnya Allah ada bersamamu, begitu juga para malaikat-Nya, Jibril dan Mikail, aku dan Abu Bakar serta kaum mukminin bersamamu. Dan jarang sekali aku mengatakan satu perkataan –dan aku memuji Allah- kecuali aku berharap agar Allah membenarkan ucapanku yang telah aku katakan”.
Dan turunlah ayat takhyir (pemberian alternatif) ini, “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebenaran); dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu’min yang baik, dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadamu dengan isteri-isteri yang lebih daripada kamu.”
Dan Aisyah binti Abi Bakar serta Hafshah, keduanya saling bantu membantu (membuat susah) seluruh istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka aku tanyakan, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menceraikan mereka?” Beliau menjawab, “Tidak”, Aku kembali berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku masuk ke masjid dan kaum muslimin sedang memukul-mukul tanah dengan kerikil seraya mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menceraikan isteri-isterinya. Apakah aku harus turun dan memberitahukan mereka bahwasanya engkau tidak menceraikan isteri-isterimu?” Beliau menjawab, “Ya, jika engkau mau.”
Maka aku terus berbicara dengannya hingga hilang gurat kemurahan dari wajahnya sehingga beliau menyeringai (sampai terlihat giginya) dan tertawa. Dan beliau termasuk orang yang memiliki gigi yang sangat bagus. Kemudian Nabiyullah shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dan aku pun turun, aku berpegangan ke tangga sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam turun seakan-akan beliau berjalan di atas tanah, beliau tidak menyentuh (pegangan kayu) dengan tangannya. Aku lalu berakta, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau berada di dalam kamar selama 29 hari?” Beliau berkata, “Sesungguhnya satu bulan itu bisa 29 hari.” Aku kemudian berdiri di pintu masjid dan berseru dengan suara yang kuat, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menceraikan isteri-isterinya.”
Dan turunlah ayat ini, “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan, ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Maka aku mengistinbath perkara itu, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat takhyir.” Telah lewat dalam surat al-Baqarah perkatan Umar,
“(Pendapatku) diperkenankan Tuhanku dalam tiga perkara, lalu ia menyebutkan di antaranya: “Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadamu dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu.”
0 komentar:
Post a Comment